Jumat, 27 Februari 2009

MELURUSKAN SEJARAH KENDAL*

Masyarakat Kendal agak sedikit lega dan berbangga hati karena pemerintah akan segera melaksanakan Sosialisasi, Kajian Penelitian dan Penyusunan Buku Sejarah Kendal yang rencananya dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 28 Oktober 2008 di Operational Room Setda Kendal. Beberapa pihak dilibatkan demi suksesnya kegiatan tersebut. Tak lupa pula, Pemda Kendal mengundang para guru sejarah untuk berpartisipasi memberikan masukan agar sosialisasi dan pengkajian buku tentang sejarah Kendal bisa mencapai hasil yang diharapkan. 

Tanpa mendahului apa yang menjadi kesimpulan dalam kegiatan tersebut, tulisan ini berupaya memberikan gambaran tentang hal apa sajakah yang mendasari kegiatan tersebut, apa yang akan menjadi solusi dari pertemuan menarik itu, dan apa kebermanfaatan dari buku sejarah Kendal yang dihasilkan nantinya. 

Sebagai warga Kendal sendiri, penulis melihat bahwa dasar pemikiran mengapa pemerintah daerah kendal perlu membuat kajian sejarah Kendal karena beberapa pertimbangan. Pertimbangan tersebut antara lain:

Pertama, Pemda Kendal perlu mewadahi pendapat para budayawan lokal, guru sejarah, dan pelaku sejarah, maupun masyarakat umum tentang minimnya bahan-bahan tulisan tentang Kendal yang bisa digunakan sebagai sumber referensi. Referensi yang minimal tersebut membatasi para guru untuk mengkisahkan secara utuh tentang apa yang terjadi di Kabupaten Kendal selama periode Hindu-Buddha, Islam, VOC, Kolonial Belanda, Jepang, dan Indonesia Merdeka.  

Kedua, buku-buku yang mengkaji tentang Kendal belum begitu mempergunakan data-data historis yang ilmiah. Adanya buku Babad Tanah Kendal (BTK) yang sangat terkenal seakan menjadi satu-satunya referensi yang dianggap benar secara historis. Hal ini jelas kurang pas. Tanpa meremehkan jasa penulis BTK, sebetulnya buku tersebut sejak semula bercerita tentang Kendal dari sudut pandang tradisi lisan. Artinya buku tersebut diperuntukan bukan sebagai kitab sejarah, melainkan acuan masyarakat tentang legenda daerahnya. 

Ketiga, sudah saatnya penulisan sejarah lokal di angkat ke permukaan. Persoalan kurikulum KTSP bidang sejarah memberikan peluang bagi guru dan masyarakat untuk bersama menyusun sebuah konsep pembelajaran yang menitikberatkan pada kondisi lingkungan setempat. Agaknya Pemda Kendal turut berjasa dan berperan dalam menyikapi kondisi ini. Adanya sosialisasi, pengkajian, penelitian dan penyusunan buku Sejarah Kendal merupakan upaya nyata Pemda Kendal untuk mengangkat persoalan sejarrah Kendal sebagai komoditas belajar bagi siswa yang belajar di Kabupaten Kendal. 

Demikian beberapa pertimbangan singkat yang mungkin menjadi dasar pemikiran Pemda Kendal untuk membuka peluang penulisan sejarah Kendal. Dalam penelitian dan penulisan sejarah Kendal tentu saja akan menghadapi beberapa kendala di lapangan. Kendala itu antara lain adalah: 

Pertama, persoalan arsip dan sumber sejarah yang sudah tidak mudah ditemukan lagi. Sudah barang tentu arsip dan tulisan masa lalu sulit ditemukan. Budaya menyimpan arsip-arsip tua belum ada pada masyarakat kita. Oleh karena itu pemda harus bersikeras untuk mendapatkan arsip dan sumber sejarah tentang Kendal dengan bekerja sama ARNAS Jakarta, Perpustakaan Nasional Jakarta, atau beberapa perpustakaan terkenal di Leiden Belanda. 

Kedua, kurangnya tenaga penelitian yang berasal dari lingkungan Pemda Kendal sendiri. Sudah bukan rahasia lagi, pemda setiap kabupaten pasti kurang atau tidak memiliki tenaga ahli yang cakap di bidang penelitian humaniora. Kekurangan tenaga peneliti ini bisa mengambil atau bekerja sama dengan dosen-dosen sejarah yang terdekat seperti Undip dan Unnes. Banyak dosen kedua universitas tersebut memiliki jaringan dengan Universitas Leiden.

Ketiga, masalah biaya. Pembiayaan untuk melaksanakan penelitian dan penyusunan buku ini sangat besar. Harusnya seberapa besar biaya yang dikeluarkan harus sebanding dengan hasil yang diperolehnya. Hal ini agak repot jika nuansa proyek malah justru diprioritaskan dalam penyelesaian penelitian ini. Hasilnya nanti tidak lagi karya sejarah yang kaya data malah justru miskin data pendukung. 

Keempat, kurangnya fokusnya kajian. Kelemahan penyusunan sejarah sebuah kabupaten harusnya melihat aspek apa yang akan dibidik terlebih dahulu. Jika segala aspek akan dikaji seluruhnya dalam waktu yang singkat maka menghasilkan karya sejarah yang overlapping. Sebenarnya akan lebih baik jika Pemda Kendal lebih fokus pada aspek tertentu yang akan dikaji lebh dahulu. Pemda bisa memfokuskan pada aspek politik, ekonomi, sosial atau budaya saja. Secara bertahap pemerintah melaksanakan penyusunan aspek-aspek tersebut hingga akhirnya nanti dapat dicapai tulisan yang komprehensif. 

Itulah beberapa kendala yang mungkin akan muncul di lapangan. Niat baik pemerintah daerah Kendal bila tidak diimbangi dengan perhatian dan pertimbangan yang masak bisa jadi menghasilkan karya sejarah yang asal saja, tidak ilmiah, dan ngambang. Buku Babad Tanah Kendal yang sudah ada bisa menjadi titik tolak untuk melangkah dalam melakukan penelitian dan penyusunan buku sejarah Kendal. Meskipun buku itu bukan karya sejarah namun data-data yang berupa cerita tutur masih dapat digunakan sebagai bahan sejarah (the collective history). Jika menyangkut peristiwa politik yang terjadi pada masa Indonesia Merdeka, tim penyusun buku tersebut dapat pula meramu data dari para pelaku sejarah yang masih hidup melalui metode oral history, agar penyusun mendapatkan gambaran dan imajinasi masa lalu yang tidak kaku. 

Akhirnya, harapan masyarakat Kendal dengan adanya buku sejarah Kendal itu adalah memjadikannya sebagai produk yang dapat memberikan satu kebanggaan bagi masyarakat Kendal sendiri. Bukankah suatu masyarakat bangga jika daerahnya mempunyai akar sejarah yang panjang? Buku itu menjadi simbol kedirian dan kelampauan masyarakat Kendal. Jika History of Java saja mampu diciptakan Raffles dalam segala keterbatasan fasilitas, dan mampu memberikan spektrum pengembangan wawasan historis pembacanya akan Jawa pada masa itu, maka buku Sejarah Kendal harus pula mampu menghentikan dahaga informasi tentang kesilaman Kendal. 

Namun demikian, jangan sampai isi buku sejarah Kendal itu nanti malah menimbulkan semangat primordial yang tidak pada tempatnya. Jangan sampai pula tujuan dan maksud penyusunan buku itu hanya dijadikan sebagai alat legitimasi politik bagi tokoh-tokoh tertentu yang sedang bersiap menghadapi pemilu mendatang.

*Penulis: Muslichin, Guru SMA 2 Kendal.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar