Minggu, 12 April 2009

KETERPESONAAN PADA RAUT TRADISI

Melihat Bali dari dekat, seakan ada di hadapan kita bayang-bayang masa lalu keindonesiaan yang tetap lestari dan terjaga dengan formulasi ritus melalui gerak, pekik, dan bahasa yang apik. Bali menawarkan pesona kelaluan yang mengindah secara alami, sesuai dengan panorama alamnya yang mendukung: sawah, subak, bukit-bukit, terasiring, pura, danau, dan tentu saja pantai-pantai keramatnya.

Orang-orang yang lalu lalang dengan antribut ritual mereka begitu eman kalau ditinggalkan oleh mata yang mengerti.  Orang-orang yang berhias, pura yang terbungkus janur kuning, patung yang diselimuti warna hitam dan putih, hiasan bunga-bunga melati yang terselip diantara telinga gadis-gadis Bali yang cantik, kerancakan gamelan Bali yang riang dan lincah, tarian Barong, Kecak dan Pendet yang magis, serta sesaji berupa warna yang ditaruh di setiap perempatan atau pohon-pohon rindang.

Tawaran keindahan tidak berhenti begitu saja. Tawa dan ramah mereka yang terlukis lewat ekspresi dan tatapan mata menyuguhkan bahwaa Bali adalah bangunan seni masa lalu yang tetap ada untuk disyukuri pada masa kini. Bali bukan semata museum budaya dan tradisi kelampauan kita saja, namun ia adalah masterpiece dari seniman dan Brahmana yang mewujud melalui ragam tradisi dan budayanya yang tetap terjaga dengan baik.

Keindahan adalah ibadah. Dari kekaguman itu muncul rasa syukur bahwa Bali mengada untuk kita. Keindahan itu menjadikan kita sadar bahwa keberagaman dan kultur harus memunculkan apresiasi yang memuncak lewat puji dan keimanan yang semakin mendalam, jauh melalui lubuk, dan bersama menyublim untuk menjalin ikatan berdasarkan keperbedaan yang dipercontohkan pada Bali. 

Bali sebagai realitas kultural yang harus dikunjungi oleh sebagian besar wisatawan dari Jawa memberikan kemungkinan untuk itu. Ia hadir sebagai pengingat pada generasi Indonesia yang sedang tumbuh, bahwa Indonesia ada karena tradisi dan nilai-nilai kultur masa lalu yang tetap harus menyala, tumbuh, dan terjaga baik. Tanpa itu, mungkin kita bukan lagi pantasi untuk mengaku sebagai orang Indonesia. (3 Foto diambil dari beberapa sumber di internet).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar